FIREFLIES
ON THE SKY
ON THE SKY
Joe yang sekarang berada di
ruang tengah mulai terganggu pikirannya. Sambil memainkan pulpen ke udara tanpa
disadari dia sedang menggumam ‘Bos? Oh my
God, gue harus ngomong apa sama loe. Tapi loe juga mesti tau’ pikirannya
kembali menuju tempat warung sate yang ia lihatnya tadi. Tertuju pada salah
satu pengunjung cowok. Joe bener-bener nggak salah lihat kan tadi. Cowok itu yang
nggak lain dan yang nggak bukan adalah Davi. Dia nggak sendirian dan kata si
Bebek Bawel, Davi sedang ketemuan sama bosnya. Ketemu bos? Peluk-pelukkan?
Suap-suapan? Bos macam apa yang begitu sama karyawannya yang udah punya pacar
dan mau merried. Apa sikap mereka itu patut? Dan setau Joe, bos Davi itu cowok.
Bukan cewek. Joe merasa itu semua ada yang nggak bener.
Hari ini sepertinya Milijoe’s
sedang banyak pengunjung. Ya iyalah, kan hari ini udah ngeluarin new arrival lagi dan ada big sale juga, up to 70% buat cuci gudang. Itu adalah strategi Milijoe’s untuk
menarik pelanggan tapi nggak bikin bangkrut juga. Yang paling laris kali ini
adalah dress dan bag model-model Korea. Barang-barang itu macem kayak duplikatnya
yang sering di pake artis Korea, ya bisa dibilang KW juga. Demam korea memang
nggak ada habisnya di negeri ini. Ide tentang barang-barang korea itu pun juga
atas saran dari Jean dan Mili. Karena mereka adalah wanita penggemar k-pop.
Waktu istirahat pun tiba,
“Hari ini gue capek banget” Ken mengusap keringat yang membasahi mukanya. Jean
tersenyum manis meliriknya, membantu mengusap keringat yang bersemayam di wajah
cowok itu. Wajah Ken pun berubah kemerahan. Entah karena panas atau mungkin
karena malu. Ken keliatan kikuk karena ulah Jean barusan.
“Mmm...ma..makasih” suaranya
pun kedengaran terbata-bata. Jean hanya membalasnya dengan senyuman cantik yang
membuat jantung Ken berdebar kencang. Kakinya terasa kaku untuk digerakkan.
Sekujur tubuhnya dapat merasakan denyut nadi yang berdetak cepat.
“Ken?” tanya Jean lirih.
Ken hanya bisa diam dan
mengamati kedua mata sipit Jean yang mirip dengan matanya. Dia bingung harus
bagaimana. Ken adalah cowok pendiam yang sama sekali belum pernah pacaran. Jadi
ya wajar saja apabila ekpresinya tadi seperti itu. Baru kali ini dia mendapat
perlakuan istimewa dari cewek. Ya pantaslah, karena Ken itu cowok yang cuek
banget. Dia nggak peduli sama sekali masalah percintaan. Karena menurutnya,
ngurusin cinta itu cuman buang-buang waktu dan nyengsarain hati. Tapi dari awal
bertemu, Jean memang begitu perhatiannya dengan Ken. Dia nggak peduli seberapa
cueknya cowok itu. Terkadang perlakuannya itu bisa membuat Ken menjadi kikuk.
“Ken??” tanya Jean sekali
lagi.
“I..iya?” suaranya terasa
bergetar.
“Mmmm...gue udah nggak bisa
nahan ini lagi. Gue suka sama loe dan dari dulu masih tetap nggak berubah” Jean
nampak tersipu dan ia pun terlihat begitu agresif. Dia membuat Ken mematung tak
jelas didepannya. Tanpa basa-basi Jean menangkup wajah Ken dan mencium
bibirnya. Seketika itu Ken bener-bener nampak tak berdaya menyadari apa yang
sedang terjadi padanya. Sekujur tubuhnya yang terasa kaku perlahan-lahan terasa
meleleh. Ken tak mengerti soal cinta. Dia seperti cowok bodoh yang tak tau
harus berbuat apa. Yang bisa ia lakukan sekarang adalah melongo bego. Ken
berharap, jangan lagi ketemu cewek sefrontal dan seagresif Jean yang bisa
membuat dia tak berdaya seperti ini. Jean tak pernah menutupi keinginannya,
bahkan ia bisa saja mengutarakannya dengan gamblang dihadapan ribuan orang tanpa
dihinggapi rasa malu.
“Bagaimana?”
“Anu..itu..sorry. bukannya
gue nggak mau. Tapi...”
Belum sempat Ken meneruskan
jawabannya, “Nggak usah dilanjutin, gue paham kok. Thanks yaa” ekspresi kecewa
Jean mulai terukir abadi diwajahnya. Perlahan dia menjauh dari hadapan Ken dan
kembali melanjutkan pekerjaannya. Dia merasa bodoh udah nembak Ken di tempat
kerja dan menciumnya pula. Seumur hidupnya, dia nggak pernah sekalipun ditolak
cowok meskipun pake sesi basa-basi segala. Jurusnya selalu mulus buat ngedapetin
sesuatu yang dia inginkan. Tapi kali ini dia salah perhitungan, tenyata Ken
sama sekali nggak ngefek sama jurus-jurusnya. Ken hanya menatap Jean yang
meninggalkan ruangan tempat dimana ia berada sekarang. Dia merasakan kakinya
mulai melemas. Keringat dingin merajalela di kulit putihnya. Dia berharap hari
ini cepat berlalu.
Sesampainya di bioskop Davi mengeluarkan
uang dari dompetnya untuk membayar popcorn yang mereka beli. Tapi ada sesuatu
yang mengudara dari dompetnya dan jatuh ke lantai. Nampaknya dia nggak tau
mengenai hal itu. Diam-diam Mili mengambilnya dan memasukkannya ke kantong
celana jeans miliknya.
Setelah hampir 3 jam mereka
menghabiskan waktu buat nonton film, makan dan sempat photobox seperti anak
ABG, hal yang paling Mili benci pun terjadi lagi. Handphone Davi berbunyi dan ia meminta izin supaya dapat menjauh
sebentar setelah melihat nama yang ada di layar yang berkedip-kedip itu.
Setelah beberapa menit menunggu, akhirnya Davi menghampiri Mili.
“Mmm...maaf sayang. Si bos
telpon lagi, kita mesti ketemu buat bahas proposal sebentar. Sebentar aja
sayang. Yuk gue anter pulang dulu” Mili memandangi Davi dan perlahan mulai
mencerna omongannya yang agak sedikit meragukan.
“Nggak usah, gue disini aja. Gue
mau ke Yongki Komaladi dulu” balasan Mili terdengar amat sangat datar
dilengkapi dengan mukanya yang masam.
“Oke. Bye sayang” Davi mencium
kening Mili dan memberikan senyum genitnya. Dia kelihatan buru-buru banget.
Idiihh...mukanya jadi nggak enak banget. Sambil menuju kios yang diinginkannya,
Mili mencoba menghibur diri dengan mengirim SMS ke Joe.
Hai ganteng^_^
Delivered
Delivered
Haha..wah,
gue tau nieh. Pasti lagi ditinggal sendirian lagi kan?
Bohong tuh kalo ngomong lagi ketemu bos ;)
Received
Bohong tuh kalo ngomong lagi ketemu bos ;)
Received
Maksud
loe? Nggak usah ngarang ah Joe, gue nggak suka L
Delivered
Delivered
Terserah.
Loe susulin aja sana.
Gue mau pergi dulu. Byee bawel...
Received
Gue mau pergi dulu. Byee bawel...
Received
Itu adalah
sms Joe yang pertama kali bisa membuat muka Mili dilipat-lipat nggak karuan.
Susulin??? Jadi inget sama kertas yang ia kantongin tadi saat di bioskop.
Rupanya itu adalah kartu alamat sebuah restoran di kawasan Kemang. Alih-alih
mengendus sesuatu dan memiliki firasat akan skenario kejahatan, ciyeee kayak
Detective Conan aja, Mili segera bergegas menuju restoran itu. Ia merasa bahwa
cowoknya sedang berada di restoran tersebut. Tapi kenapa hati Mili berdebar
begitu kencangnya? Dan ia pun juga merasa sedikit khawatir dilengkapi dengan
semburat rasa ketakutan.
Mili segera keluar untuk mencari
taksi. Sambil menunggu taksi datang, ia mencoba memecah kekhawatirannya dengan
menghubungi ponsel Davi. Bukannya diangkat, ehh malah cowok itu mengirimkan
sebuah pesan teks.
Aku lagi sibuk sayang. Nanti aku
telpon ya :*
Received
Received
SMS itu membuat perasaan curiga
tumbuh berkembang di benaknya. Rasa takutnya yang semakin menggebu membuat ia
berpikiran yang tidak-tidak. Sesampainya di restoran, mata Mili tak
henti-hentinya memperhatikan pengunjung restoran di setiap meja-mejanya. Karena
ia terlihat begitu kebingungan, salah satu pelayan pria menghampirinya dengan
kode etik khas pelayan yang ramah.
“Selamat sore. Ada yang bisa
saya bantu?”
“Oh, nggak mas. Makasih. Saya
cuma nyari orang”
“Oh, silakan mbak. Kalau begitu
saya permisi dulu”
Mili hanya tersenyum kecut kepada
pelayan itu. Matanya kembali berkelana menyusuri setiap sudut restoran. Namun
kemudian, matanya tiba-tiba berubah menjadi lebih besar dan tatapannya tajam.
Jantungnya seakan berhenti berdetak. Sekujur tubuhnya terasa begitu lemas, setelah
ia mendapati matanya melihat kemesraan Davi bersama cewek berkulit putih dan
berambut ikal di meja pojok restoran.
Tangan kanannya mengepal dan
mencengkeram erat, menandakan bahwa ia sudah tak sabar buat nonjok cowok
brengsek itu. Mili dengan cepat menghampirinya dan dengan rasa marahnya ia
menonjok pipi kanan Davi sekencang mungkin yang kemudian membuat suasana
berubah menjadi panas. Davi terlihat sangat terkejut saat itu. Tak hanya Davi,
semua pengunjungpun juga ikut terkejut. Para pelayanpun tak ada yang berani mendekat.
“You’re fucking man! Brengsek
loe!” Mata Mili nampak berkaca-kaca. Hatinya dipenuhi dengan rasa panas yang
begitu menyesakkan dada dan membuat tenggorakkannya terasa begitu tertohok.
Davi tak tau harus berbuat apa dan berkata apa. Dia begitu bingung dan terlihat
bodoh. Mili sesekali melirik cewek yang berada di samping cowoknya itu. Cewek
itu nampak ketakutan sambil memegang erat tangan Davi.
“Brengsek loe, Dav! Ngomong!
Jangan diem aja! Loe lebih brengsek dari yang gue kira. Atau mungkin gue yang stupid karena bisa-bisanya percaya
dengan kebohongan loe!” seru Mili sambil sesekali menunjuk muka Davi.
“Sorry, Mil. Gue minta maaf.
Gu..gue nggak bermaksud gitu. Please Mil, gue...” Davi mencoba untuk
menjelaskan semuanya, tapi dengan sigap Mili mengambil keputusan yang
menurutnya tepat.
“Kita putus!”
Itu adalah kalimat terakhir yang
keluar dari mulut Mili. Saat ini hatinya bener-bener hancur. Perjalanan
cintanya selama ini hanyalah omong kosong dan mimpi akan pernikahan benar-benar
sebatas impian saja. Cintanya kandas begitu saja dan membuat luka yang terlalu
dalam di hatinya. Hubungan yang selama ini mereka jalanin hanyalah meninggalkan
bekas luka yang mungkin membuatnya tak mampu untuk menahan rasa sakitnya.
Hubungan mereka membuat ia harus kembali sendiri. Sendiri seorang diri. Dengan
perasaan di dada yang begitu menyesakkan dan menyakitkan. Apakah hubungan yang
selama ini mereka jalanin dapat disebut cinta?
BAB 3
WHO AM I?
Sekarang
Mili tak tau harus berbuat apa. Dengan hati yang membara dia pergi meninggalkan
Davi dan selingkuhannya. Air matanya tak henti-hentinya menetes. Dia berlari
menuju ke seberang restoran. Pikirannya kacau dan tanpa ia sadari sebuah mobil
melaju kencang sedang menuju kearahnya pun terlihat kehilangan kendali. Tanpa diduga
mobil itu menabrak Mili dan membuat tubuhnya terpelanting.
Gubraaaaaaaaakkkkkk............
Suara
itu terdengar begitu keras hingga kedalam restoran. Mobil berwarna silver itu
nampak terhenti setelah menabrak pembatas jalan. Bagian depannya remuk dan terdapat
bercak darah. Sedangkan di tengah jalan Mili jatuh tersungkur dengan luka penuh
darah di sekujur tubuhnya. Sesegera mungkin orang-orang yang berada di sekitar
menolongnya dan memanggil ambulan. Mereka sepintas berpikiran bahwa gadis itu
akan mati karena keadaannya sekarang seperti itu. Dengan cepat kejadian itu
tersebar hingga ke dalam restoran. Davi yang mendengar kejadian itu langsung
keluar restoran dan memastikan siapa gadis korban kecelakaan itu.
Alangkah
terkejutnya Davi saat kedua matanya melihat Mili terkapar di tengah jalan
dengan kondisi badan penuh dengan darah. Sesegera mungkin ia membawanya ke
rumah sakit. Ia tak peduli dengan gadis selingkuhannya itu. Sembari menuju
rumah sakit dengan perasaan yang menakutkan, ia menghubungi Joe. Ia tak tau apa
yang akan Joe lakukan kepadanya sekarang. Karena dia tau, cowok itu tak akan
membiarkan siapa pun menyakiti Mili. Apa lagi kejadiannya seperti ini. Entah
bakal jadi seperti apa ceritanya nanti.
Sesampainya
di rumah sakit, Mili langsung di tangani oleh dokter dan di berikan perawatan
khusus melihat kondisinya sekarang. Mili dilarikan ke ruang UGD untuk mendapat
perawatan lebih lanjut. Setelah dokter selesai menangani Mili, ia keluar dari
ruangan itu. Sebelum dokter menyampaikan sesuatu, Joe tiba pada saat yang
bersamaan. Akhirnya percakapan dokter dan Davi tertunda karena teriakan Joe.
“Dokter!”
teriak Joe dari arah yang sudah tidak terlalu jauh. Ia berlari menuju ruang UGD
dengan nafas yang tersengal-sengal.
“Bagaimana
dok keadaan Mili?” tanya Joe khawatir.
“Mili
harus segera di operasi. Kondisinya sekarang sangat kritis dan dia banyak
kehilangan darah. Stok kantong darah yang sesuai dengannya di sini sudah habis.
Jadi, paling tidak kalian harus segera mencari pendonor.”
“Saya
A resus negatif dok! Golongan darah saya sama dengan Mili. Ambil darah saya
dok, sebanyak yang Mili butuhkan. Segera laksanakan operasinya juga dok.
Tolong, selamatkan dia!” Terang Joe. Apapun bakal ia lakukan untuk
menyelamatkan orang yang dia sayangi. Dia tidak pernah menginginkan sahabatnya
menderita seperti itu. Davi sempat tertegun mendengar keputusan cepat yang di
ambil Joe. Dia hanya bisa berdiam diri karena ia tak tau harus berbuat apa
lagi.
“Baiklah.
Sebelum itu anda harus kami periksa terlebih dahulu. Nanti perawat akan
menjemput anda untuk melakukan pemeriksaan dan apabila benar cocok, darah anda
akan kami ambil. Kalau begitu saya permisi dulu”
Dokter
mulai menjauh dari kedua laki-laki itu. Setelah mengetahui bahwa dokter itu
telah pergi, Joe memberikan pukulan tajam ke muka Davi. “Bajingan loe! Loe
apain Mili! Brengsek loe! Loe udah nyakitin dia sampe dia harus ngalamin ini
semua!.” Joe nampak begitu emosi. Dia tak henti-hentinya memberi pukulan untuk
cowok itu. Davi tak dapat berkata apa-apa lagi. Dia hanya bisa menerima apa
yang Joe lakukan terhadapnya sekarang ini. Karena membuat keributan, seorang
petugas keamanan terpaksa memisahkan mereka berdua.
Davi
terlihat sedikit menjauh dari Joe. Dia duduk di kursi tunggu sambil menyenderkan
kepalanya di punggung kursi. Kejadian ini membuatnya semakin merasa bersalah
dan perasaan bersalah itu semakin besar apabila Mili tidak dapat diselamatkan.
Ia sungguh merasa bodoh telah melakukan semua itu. Andai saja dia setia, pasti
kejadiannya tidak akan seperti ini.
Sementara
itu, Joe terlihat mondar-mondir di depan ruang UGD dan sesekali ia menubrukkan
kepalanya ke dinding. Hati Joe begitu sakit melihat sahabatnya dalam kondisi
kritis. Jantungnya terasa berdegup kencang. Perasaan takut kini menyelimuti
hatinya. Joe nggak habis pikir kalau Mili tidak dapat diselamatkan, akan jadi
seperti apa dia. Joe benar-benar menyayangi sahabatnya itu. Sahabat dari kecil
hingga sekarang mereka berdua tumbuh dewasa. Banyak memori yang tak dapat dia
lupakan. Apa jadinya kalau Mili pergi? Saat ini hatinya benar-benar hancur.
Salah satu
perawat datang dan mengusik lamunan Joe, “Permisi mas, mari saya antar ke ruang
pemeriksaan”
Davi
hanya melirik laki-laki itu. Dia mencoba untuk menenangkan dirinya. Karena
sekarang pikirannya sedang membayangkan hal-hal yang tidak-tidak. Kalau sampai
Mili akhirnya meninggal, mungkin bisa saja Joe akan membunuhnya. Sekarang ia
sadar. Bahwa Mili adalah orang yang berarti untuk Joe. Lebih berarti di
bandingkan untuknya. Kalau memang benar gadis itu berarti untuk Davi, pasti dia
tidak akan pernah menduakan hati Mili seperti itu. Dia menyesal dengan
perbuatannya yang telah lalu. Walaupun seberapa besar dia menyesalinya, waktu
tak akan pernah dapat diulang kembali. Ini semua telah terjadi. Semua hanya
bisa menunggu datangnya keajaiban dari Tuhan.
Pemeriksaan
terhadap Joe telah selesai dan darahnya pun juga telah diambil. Hari ini
operasinya akan segera dilaksanakan setelah Joe selesai mengurus
administrasinya. Dia hanya bisa berharap, bahwa Mili harus dapat diselamatkan.
Bagaimanapun caranya. Saat ini hati Joe benar-benar gelisah. Dia tidak pernah
berfikir bahwa Mili bisa mengalami kecelakaan tragis seperti kedua orang tuanya
bertahun-tahun yang lalu.
Malam
ini operasi akan dilaksanakan dan dokter akan berusaha semaksimal mungkin untuk
menyelamatkannya. Mili pun akhirnya di pindahkan ke ruang operasi untuk segera
menjalani tindakan yang diharapkan dapat menolong nyawanya. Joe terlihat sedang
duduk di depan ruang operasi bersama Davi. Mereka berdua tak sedikit pun ada
yang membangun sebuah percakapan. Sepertinya mereka sedang sibuk dengan
perasaannya masing-masing.
Dua
jam sudah mereka menunggu, namun dokter tak kunjung keluar. Rupanya operasi
Mili membutuhkan waktu yang cukup lama karena kondisinya benar-benar kritis.
Setelah lebih dari dua jam mereka menunggu, lampu ruang operasi akhirnya
berubah menjadi hijau yang artinya operasi sudah selesai. Dokter juga terlihat
keluar dari ruangan itu. Dia mencoba memberikan penjelasan kepada mereka berdua
mengenai kemungkinan kondisi Mili.
“Begini,
Mili mengalami benturan yang keras terhadap tulang belakang dan kepalanya
akibat kecelakaan itu. Saraf di otaknya menjadi sedikit terganggu dan
kemungkinan dia akan mengalami amnesia. Dia juga akan mengalami kelumpuhan
akibat benturan pada tulang belakang tersebut. Tapi anda tak perlu khawatir,
karena kelumpuhan itu bersifat sementara dan dapat di tangani dengan
fisioterapi” semua keterangan yang di berikan dokter membuat mata Joe
terbelalak. Ia benar-benar tak menduga kalau sahabatnya akan mengalami kejadian
seperti ini.
“Lalu,
apakah dia akan lupa tentang semua hal? Apakah memorinya tidak dapat kembali?” tanya Joe dengan ketakutannya yang
bertubi-tubi.
“Kalau
itu, saya kurang tau. Mungkin saja ia bisa kembali mengingatnya. Tapi itu pasti
membutuhkan waktu yang cukup lama mengingat kondisinya yang seperti itu tadi.”
Mendengar
semua keterangan yang diberikan oleh dokter, Davi terlihat begitu bingung,
takut dan akhirnya dia pergi meninggalkan rumah sakit. Saat ini dia sedang
bertarung dengan perasaannya yang tak menentu. Dia harus menyelesaikan semua
ini. Menyelesaikan kehancuran ini.
“Tapi
bagaimana keadaannya sekarang, dok?”
tanya Joe.
“Mili
berhasil melewati masa kritisnya. Dia baik-baik saja dan sekarang sedang
tertidur. Karena operasinya berjalan lancar, ya kita berdoa saja agar dia bisa
cepat sadar. Jangan khawatir nak, semua akan baik-baik saja. Baiklah, saya
permisi dulu.”
Joe
seharian berada di rumah sakit menemani Mili. Dia selalu menunggu di sampingnya
sampai ia sadar. Joe sempat berfikir, saat Mili bangun nanti apakah ia masih
mengingatnya? Apakah Joe akan hilang dari ingatannya? Apakah nantinya Mili
tidak dapat berjalan seperti biasa? Pertanyaan itu terlihat seperti sesuatu
yang begitu menakutkan untuknya. Namun, apapun yang terjadi Joe akan tetap
selalu berada di samping Mili. Bukan karena ia sudah berjanji kepada kedua
orang tua Mili, tapi karena rasa sayang yang selama ini tumbuh lebih dari
sekedar sahabat. Baginya, Mili bukan hanya sahabat tapi juga keluarga dan
bagian dari hidupnya. Mereka adalah soulmate. Mereka tumbuh dewasa bersama.
Susah dan senang mereka berbagi bersama. Andai mereka sadari, mereka adalah
bagian yang tak dapat dipisahkan satu sama lain.
bersambung...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar