Selasa, 20 Oktober 2015

FIREFLIES episode 3

FIREFLIES
ON THE SKY



                Joe yang sekarang berada di ruang tengah mulai terganggu pikirannya. Sambil memainkan pulpen ke udara tanpa disadari dia sedang menggumam ‘Bos? Oh my God, gue harus ngomong apa sama loe. Tapi loe juga mesti tau’ pikirannya kembali menuju tempat warung sate yang ia lihatnya tadi. Tertuju pada salah satu pengunjung cowok. Joe bener-bener nggak salah lihat kan tadi. Cowok itu yang nggak lain dan yang nggak bukan adalah Davi. Dia nggak sendirian dan kata si Bebek Bawel, Davi sedang ketemuan sama bosnya. Ketemu bos? Peluk-pelukkan? Suap-suapan? Bos macam apa yang begitu sama karyawannya yang udah punya pacar dan mau merried. Apa sikap mereka itu patut? Dan setau Joe, bos Davi itu cowok. Bukan cewek. Joe merasa itu semua ada yang nggak bener.
                   Hari ini sepertinya Milijoe’s sedang banyak pengunjung. Ya iyalah, kan hari ini udah ngeluarin new arrival lagi dan ada big sale juga, up to 70% buat cuci gudang. Itu adalah strategi Milijoe’s untuk menarik pelanggan tapi nggak bikin bangkrut juga. Yang paling laris kali ini adalah dress dan bag model-model Korea. Barang-barang itu macem kayak duplikatnya yang sering di pake artis Korea, ya bisa dibilang KW juga. Demam korea memang nggak ada habisnya di negeri ini. Ide tentang barang-barang korea itu pun juga atas saran dari Jean dan Mili. Karena mereka adalah wanita penggemar k-pop.
                   Waktu istirahat pun tiba, “Hari ini gue capek banget” Ken mengusap keringat yang membasahi mukanya. Jean tersenyum manis meliriknya, membantu mengusap keringat yang bersemayam di wajah cowok itu. Wajah Ken pun berubah kemerahan. Entah karena panas atau mungkin karena malu. Ken keliatan kikuk karena ulah Jean barusan.
                   “Mmm...ma..makasih” suaranya pun kedengaran terbata-bata. Jean hanya membalasnya dengan senyuman cantik yang membuat jantung Ken berdebar kencang. Kakinya terasa kaku untuk digerakkan. Sekujur tubuhnya dapat merasakan denyut nadi yang berdetak cepat.
                   “Ken?” tanya Jean lirih.
                   Ken hanya bisa diam dan mengamati kedua mata sipit Jean yang mirip dengan matanya. Dia bingung harus bagaimana. Ken adalah cowok pendiam yang sama sekali belum pernah pacaran. Jadi ya wajar saja apabila ekpresinya tadi seperti itu. Baru kali ini dia mendapat perlakuan istimewa dari cewek. Ya pantaslah, karena Ken itu cowok yang cuek banget. Dia nggak peduli sama sekali masalah percintaan. Karena menurutnya, ngurusin cinta itu cuman buang-buang waktu dan nyengsarain hati. Tapi dari awal bertemu, Jean memang begitu perhatiannya dengan Ken. Dia nggak peduli seberapa cueknya cowok itu. Terkadang perlakuannya itu bisa membuat Ken menjadi kikuk.
                   “Ken??” tanya Jean sekali lagi.
                   “I..iya?” suaranya terasa bergetar.
                   “Mmmm...gue udah nggak bisa nahan ini lagi. Gue suka sama loe dan dari dulu masih tetap nggak berubah” Jean nampak tersipu dan ia pun terlihat begitu agresif. Dia membuat Ken mematung tak jelas didepannya. Tanpa basa-basi Jean menangkup wajah Ken dan mencium bibirnya. Seketika itu Ken bener-bener nampak tak berdaya menyadari apa yang sedang terjadi padanya. Sekujur tubuhnya yang terasa kaku perlahan-lahan terasa meleleh. Ken tak mengerti soal cinta. Dia seperti cowok bodoh yang tak tau harus berbuat apa. Yang bisa ia lakukan sekarang adalah melongo bego. Ken berharap, jangan lagi ketemu cewek sefrontal dan seagresif Jean yang bisa membuat dia tak berdaya seperti ini. Jean tak pernah menutupi keinginannya, bahkan ia bisa saja mengutarakannya dengan gamblang dihadapan ribuan orang tanpa dihinggapi rasa malu.
                   “Bagaimana?”
                   “Anu..itu..sorry. bukannya gue nggak mau. Tapi...”
                   Belum sempat Ken meneruskan jawabannya, “Nggak usah dilanjutin, gue paham kok. Thanks yaa” ekspresi kecewa Jean mulai terukir abadi diwajahnya. Perlahan dia menjauh dari hadapan Ken dan kembali melanjutkan pekerjaannya. Dia merasa bodoh udah nembak Ken di tempat kerja dan menciumnya pula. Seumur hidupnya, dia nggak pernah sekalipun ditolak cowok meskipun pake sesi basa-basi segala. Jurusnya selalu mulus buat ngedapetin sesuatu yang dia inginkan. Tapi kali ini dia salah perhitungan, tenyata Ken sama sekali nggak ngefek sama jurus-jurusnya. Ken hanya menatap Jean yang meninggalkan ruangan tempat dimana ia berada sekarang. Dia merasakan kakinya mulai melemas. Keringat dingin merajalela di kulit putihnya. Dia berharap hari ini cepat berlalu.
                Sesampainya di bioskop Davi mengeluarkan uang dari dompetnya untuk membayar popcorn yang mereka beli. Tapi ada sesuatu yang mengudara dari dompetnya dan jatuh ke lantai. Nampaknya dia nggak tau mengenai hal itu. Diam-diam Mili mengambilnya dan memasukkannya ke kantong celana jeans miliknya.
                Setelah hampir 3 jam mereka menghabiskan waktu buat nonton film, makan dan sempat photobox seperti anak ABG, hal yang paling Mili benci pun terjadi lagi. Handphone Davi berbunyi dan ia meminta izin supaya dapat menjauh sebentar setelah melihat nama yang ada di layar yang berkedip-kedip itu. Setelah beberapa menit menunggu, akhirnya Davi menghampiri Mili.
                “Mmm...maaf sayang. Si bos telpon lagi, kita mesti ketemu buat bahas proposal sebentar. Sebentar aja sayang. Yuk gue anter pulang dulu” Mili memandangi Davi dan perlahan mulai mencerna omongannya yang agak sedikit meragukan.
                “Nggak usah, gue disini aja. Gue mau ke Yongki Komaladi dulu” balasan Mili terdengar amat sangat datar dilengkapi dengan mukanya yang masam.
                “Oke. Bye sayang” Davi mencium kening Mili dan memberikan senyum genitnya. Dia kelihatan buru-buru banget. Idiihh...mukanya jadi nggak enak banget. Sambil menuju kios yang diinginkannya, Mili mencoba menghibur diri dengan mengirim SMS ke Joe.
                         Hai ganteng^_^
            Delivered
                   Haha..wah, gue tau nieh. Pasti lagi ditinggal sendirian lagi kan?
                   Bohong tuh kalo ngomong lagi ketemu bos ;)
            Received
                   Maksud loe? Nggak usah ngarang ah Joe, gue nggak suka L
            Delivered
                   Terserah. Loe susulin aja sana.
                   Gue mau pergi dulu. Byee bawel...
            Received
            Itu adalah sms Joe yang pertama kali bisa membuat muka Mili dilipat-lipat nggak karuan. Susulin??? Jadi inget sama kertas yang ia kantongin tadi saat di bioskop. Rupanya itu adalah kartu alamat sebuah restoran di kawasan Kemang. Alih-alih mengendus sesuatu dan memiliki firasat akan skenario kejahatan, ciyeee kayak Detective Conan aja, Mili segera bergegas menuju restoran itu. Ia merasa bahwa cowoknya sedang berada di restoran tersebut. Tapi kenapa hati Mili berdebar begitu kencangnya? Dan ia pun juga merasa sedikit khawatir dilengkapi dengan semburat rasa ketakutan.
                Mili segera keluar untuk mencari taksi. Sambil menunggu taksi datang, ia mencoba memecah kekhawatirannya dengan menghubungi ponsel Davi. Bukannya diangkat, ehh malah cowok itu mengirimkan sebuah pesan teks.
                         Aku lagi sibuk sayang. Nanti aku telpon ya :*
            Received
                SMS itu membuat perasaan curiga tumbuh berkembang di benaknya. Rasa takutnya yang semakin menggebu membuat ia berpikiran yang tidak-tidak. Sesampainya di restoran, mata Mili tak henti-hentinya memperhatikan pengunjung restoran di setiap meja-mejanya. Karena ia terlihat begitu kebingungan, salah satu pelayan pria menghampirinya dengan kode etik khas pelayan yang ramah.
                “Selamat sore. Ada yang bisa saya bantu?”
                “Oh, nggak mas. Makasih. Saya cuma nyari orang”
                “Oh, silakan mbak. Kalau begitu saya permisi dulu”
                Mili hanya tersenyum kecut kepada pelayan itu. Matanya kembali berkelana menyusuri setiap sudut restoran. Namun kemudian, matanya tiba-tiba berubah menjadi lebih besar dan tatapannya tajam. Jantungnya seakan berhenti berdetak. Sekujur tubuhnya terasa begitu lemas, setelah ia mendapati matanya melihat kemesraan Davi bersama cewek berkulit putih dan berambut ikal di meja pojok restoran.
                Tangan kanannya mengepal dan mencengkeram erat, menandakan bahwa ia sudah tak sabar buat nonjok cowok brengsek itu. Mili dengan cepat menghampirinya dan dengan rasa marahnya ia menonjok pipi kanan Davi sekencang mungkin yang kemudian membuat suasana berubah menjadi panas. Davi terlihat sangat terkejut saat itu. Tak hanya Davi, semua pengunjungpun juga ikut terkejut. Para pelayanpun tak ada yang berani mendekat.
                “You’re fucking man! Brengsek loe!” Mata Mili nampak berkaca-kaca. Hatinya dipenuhi dengan rasa panas yang begitu menyesakkan dada dan membuat tenggorakkannya terasa begitu tertohok. Davi tak tau harus berbuat apa dan berkata apa. Dia begitu bingung dan terlihat bodoh. Mili sesekali melirik cewek yang berada di samping cowoknya itu. Cewek itu nampak ketakutan sambil memegang erat tangan Davi.
                “Brengsek loe, Dav! Ngomong! Jangan diem aja! Loe lebih brengsek dari yang gue kira. Atau mungkin gue yang stupid karena bisa-bisanya percaya dengan kebohongan loe!” seru Mili sambil sesekali menunjuk muka Davi.
                “Sorry, Mil. Gue minta maaf. Gu..gue nggak bermaksud gitu. Please Mil, gue...” Davi mencoba untuk menjelaskan semuanya, tapi dengan sigap Mili mengambil keputusan yang menurutnya tepat.
                “Kita putus!”
                Itu adalah kalimat terakhir yang keluar dari mulut Mili. Saat ini hatinya bener-bener hancur. Perjalanan cintanya selama ini hanyalah omong kosong dan mimpi akan pernikahan benar-benar sebatas impian saja. Cintanya kandas begitu saja dan membuat luka yang terlalu dalam di hatinya. Hubungan yang selama ini mereka jalanin hanyalah meninggalkan bekas luka yang mungkin membuatnya tak mampu untuk menahan rasa sakitnya. Hubungan mereka membuat ia harus kembali sendiri. Sendiri seorang diri. Dengan perasaan di dada yang begitu menyesakkan dan menyakitkan. Apakah hubungan yang selama ini mereka jalanin dapat disebut cinta?




BAB 3
WHO AM I?

                Sekarang Mili tak tau harus berbuat apa. Dengan hati yang membara dia pergi meninggalkan Davi dan selingkuhannya. Air matanya tak henti-hentinya menetes. Dia berlari menuju ke seberang restoran. Pikirannya kacau dan tanpa ia sadari sebuah mobil melaju kencang sedang menuju kearahnya pun terlihat kehilangan kendali. Tanpa diduga mobil itu menabrak Mili dan membuat tubuhnya terpelanting.
                Gubraaaaaaaaakkkkkk............
                Suara itu terdengar begitu keras hingga kedalam restoran. Mobil berwarna silver itu nampak terhenti setelah menabrak pembatas jalan. Bagian depannya remuk dan terdapat bercak darah. Sedangkan di tengah jalan Mili jatuh tersungkur dengan luka penuh darah di sekujur tubuhnya. Sesegera mungkin orang-orang yang berada di sekitar menolongnya dan memanggil ambulan. Mereka sepintas berpikiran bahwa gadis itu akan mati karena keadaannya sekarang seperti itu. Dengan cepat kejadian itu tersebar hingga ke dalam restoran. Davi yang mendengar kejadian itu langsung keluar restoran dan memastikan siapa gadis korban kecelakaan itu.
                Alangkah terkejutnya Davi saat kedua matanya melihat Mili terkapar di tengah jalan dengan kondisi badan penuh dengan darah. Sesegera mungkin ia membawanya ke rumah sakit. Ia tak peduli dengan gadis selingkuhannya itu. Sembari menuju rumah sakit dengan perasaan yang menakutkan, ia menghubungi Joe. Ia tak tau apa yang akan Joe lakukan kepadanya sekarang. Karena dia tau, cowok itu tak akan membiarkan siapa pun menyakiti Mili. Apa lagi kejadiannya seperti ini. Entah bakal jadi seperti apa ceritanya nanti.
                Sesampainya di rumah sakit, Mili langsung di tangani oleh dokter dan di berikan perawatan khusus melihat kondisinya sekarang. Mili dilarikan ke ruang UGD untuk mendapat perawatan lebih lanjut. Setelah dokter selesai menangani Mili, ia keluar dari ruangan itu. Sebelum dokter menyampaikan sesuatu, Joe tiba pada saat yang bersamaan. Akhirnya percakapan dokter dan Davi tertunda karena teriakan Joe.
                “Dokter!” teriak Joe dari arah yang sudah tidak terlalu jauh. Ia berlari menuju ruang UGD dengan nafas yang tersengal-sengal.
                “Bagaimana dok keadaan Mili?” tanya Joe khawatir.
                “Mili harus segera di operasi. Kondisinya sekarang sangat kritis dan dia banyak kehilangan darah. Stok kantong darah yang sesuai dengannya di sini sudah habis. Jadi, paling tidak kalian harus segera mencari pendonor.”
                “Saya A resus negatif dok! Golongan darah saya sama dengan Mili. Ambil darah saya dok, sebanyak yang Mili butuhkan. Segera laksanakan operasinya juga dok. Tolong, selamatkan dia!” Terang Joe. Apapun bakal ia lakukan untuk menyelamatkan orang yang dia sayangi. Dia tidak pernah menginginkan sahabatnya menderita seperti itu. Davi sempat tertegun mendengar keputusan cepat yang di ambil Joe. Dia hanya bisa berdiam diri karena ia tak tau harus berbuat apa lagi.
                “Baiklah. Sebelum itu anda harus kami periksa terlebih dahulu. Nanti perawat akan menjemput anda untuk melakukan pemeriksaan dan apabila benar cocok, darah anda akan kami ambil. Kalau begitu saya permisi dulu”
                Dokter mulai menjauh dari kedua laki-laki itu. Setelah mengetahui bahwa dokter itu telah pergi, Joe memberikan pukulan tajam ke muka Davi. “Bajingan loe! Loe apain Mili! Brengsek loe! Loe udah nyakitin dia sampe dia harus ngalamin ini semua!.” Joe nampak begitu emosi. Dia tak henti-hentinya memberi pukulan untuk cowok itu. Davi tak dapat berkata apa-apa lagi. Dia hanya bisa menerima apa yang Joe lakukan terhadapnya sekarang ini. Karena membuat keributan, seorang petugas keamanan terpaksa memisahkan mereka berdua.
                Davi terlihat sedikit menjauh dari Joe. Dia duduk di kursi tunggu sambil menyenderkan kepalanya di punggung kursi. Kejadian ini membuatnya semakin merasa bersalah dan perasaan bersalah itu semakin besar apabila Mili tidak dapat diselamatkan. Ia sungguh merasa bodoh telah melakukan semua itu. Andai saja dia setia, pasti kejadiannya tidak akan seperti ini.
                Sementara itu, Joe terlihat mondar-mondir di depan ruang UGD dan sesekali ia menubrukkan kepalanya ke dinding. Hati Joe begitu sakit melihat sahabatnya dalam kondisi kritis. Jantungnya terasa berdegup kencang. Perasaan takut kini menyelimuti hatinya. Joe nggak habis pikir kalau Mili tidak dapat diselamatkan, akan jadi seperti apa dia. Joe benar-benar menyayangi sahabatnya itu. Sahabat dari kecil hingga sekarang mereka berdua tumbuh dewasa. Banyak memori yang tak dapat dia lupakan. Apa jadinya kalau Mili pergi? Saat ini hatinya benar-benar hancur.
Salah satu perawat datang dan mengusik lamunan Joe, “Permisi mas, mari saya antar ke ruang pemeriksaan”
                Davi hanya melirik laki-laki itu. Dia mencoba untuk menenangkan dirinya. Karena sekarang pikirannya sedang membayangkan hal-hal yang tidak-tidak. Kalau sampai Mili akhirnya meninggal, mungkin bisa saja Joe akan membunuhnya. Sekarang ia sadar. Bahwa Mili adalah orang yang berarti untuk Joe. Lebih berarti di bandingkan untuknya. Kalau memang benar gadis itu berarti untuk Davi, pasti dia tidak akan pernah menduakan hati Mili seperti itu. Dia menyesal dengan perbuatannya yang telah lalu. Walaupun seberapa besar dia menyesalinya, waktu tak akan pernah dapat diulang kembali. Ini semua telah terjadi. Semua hanya bisa menunggu datangnya keajaiban dari Tuhan.
                Pemeriksaan terhadap Joe telah selesai dan darahnya pun juga telah diambil. Hari ini operasinya akan segera dilaksanakan setelah Joe selesai mengurus administrasinya. Dia hanya bisa berharap, bahwa Mili harus dapat diselamatkan. Bagaimanapun caranya. Saat ini hati Joe benar-benar gelisah. Dia tidak pernah berfikir bahwa Mili bisa mengalami kecelakaan tragis seperti kedua orang tuanya bertahun-tahun yang lalu.
                Malam ini operasi akan dilaksanakan dan dokter akan berusaha semaksimal mungkin untuk menyelamatkannya. Mili pun akhirnya di pindahkan ke ruang operasi untuk segera menjalani tindakan yang diharapkan dapat menolong nyawanya. Joe terlihat sedang duduk di depan ruang operasi bersama Davi. Mereka berdua tak sedikit pun ada yang membangun sebuah percakapan. Sepertinya mereka sedang sibuk dengan perasaannya masing-masing.
                Dua jam sudah mereka menunggu, namun dokter tak kunjung keluar. Rupanya operasi Mili membutuhkan waktu yang cukup lama karena kondisinya benar-benar kritis. Setelah lebih dari dua jam mereka menunggu, lampu ruang operasi akhirnya berubah menjadi hijau yang artinya operasi sudah selesai. Dokter juga terlihat keluar dari ruangan itu. Dia mencoba memberikan penjelasan kepada mereka berdua mengenai kemungkinan kondisi Mili.
                “Begini, Mili mengalami benturan yang keras terhadap tulang belakang dan kepalanya akibat kecelakaan itu. Saraf di otaknya menjadi sedikit terganggu dan kemungkinan dia akan mengalami amnesia. Dia juga akan mengalami kelumpuhan akibat benturan pada tulang belakang tersebut. Tapi anda tak perlu khawatir, karena kelumpuhan itu bersifat sementara dan dapat di tangani dengan fisioterapi” semua keterangan yang di berikan dokter membuat mata Joe terbelalak. Ia benar-benar tak menduga kalau sahabatnya akan mengalami kejadian seperti ini.
                “Lalu, apakah dia akan lupa tentang semua hal? Apakah memorinya tidak dapat  kembali?” tanya Joe dengan ketakutannya yang bertubi-tubi.
                “Kalau itu, saya kurang tau. Mungkin saja ia bisa kembali mengingatnya. Tapi itu pasti membutuhkan waktu yang cukup lama mengingat kondisinya yang seperti itu tadi.”
                Mendengar semua keterangan yang diberikan oleh dokter, Davi terlihat begitu bingung, takut dan akhirnya dia pergi meninggalkan rumah sakit. Saat ini dia sedang bertarung dengan perasaannya yang tak menentu. Dia harus menyelesaikan semua ini. Menyelesaikan kehancuran ini.
                “Tapi bagaimana keadaannya sekarang, dok?”  tanya Joe.
                “Mili berhasil melewati masa kritisnya. Dia baik-baik saja dan sekarang sedang tertidur. Karena operasinya berjalan lancar, ya kita berdoa saja agar dia bisa cepat sadar. Jangan khawatir nak, semua akan baik-baik saja. Baiklah, saya permisi dulu.”
                Joe seharian berada di rumah sakit menemani Mili. Dia selalu menunggu di sampingnya sampai ia sadar. Joe sempat berfikir, saat Mili bangun nanti apakah ia masih mengingatnya? Apakah Joe akan hilang dari ingatannya? Apakah nantinya Mili tidak dapat berjalan seperti biasa? Pertanyaan itu terlihat seperti sesuatu yang begitu menakutkan untuknya. Namun, apapun yang terjadi Joe akan tetap selalu berada di samping Mili. Bukan karena ia sudah berjanji kepada kedua orang tua Mili, tapi karena rasa sayang yang selama ini tumbuh lebih dari sekedar sahabat. Baginya, Mili bukan hanya sahabat tapi juga keluarga dan bagian dari hidupnya. Mereka adalah soulmate. Mereka tumbuh dewasa bersama. Susah dan senang mereka berbagi bersama. Andai mereka sadari, mereka adalah bagian yang tak dapat dipisahkan satu sama lain.
bersambung...

Tidak ada komentar:

Posting Komentar