Selasa, 27 Oktober 2015

FIREFLIES episode 4



FIREFLIES
ON THE SKY

Hari pun cepat berlalu dan pagi telah tiba. Tepat pukul 08.00 Jean datang menjenguk dengan membawa sarapan untuk Joe serta beberapa buah-buahan untuk Mili. Joe terlihat sedang tertidur di samping Mili. Wajahnya nampak begitu kucel dan sepertinya ia kurang tidur. Meskipun kasihan, Jean tetap berusaha membangunkannya untuk sekedar memberinya sarapan. Karena Jean tau, dari kemarin dia sibuk mengurusi Mili sehingga Joe tidak memperhatikan waktu makannya.
                “Joe? Joenathan? Bangun..makan dulu yuk” Jean menggoyang-goyangkan bahu Joe agar dia bisa segera bangun.
                Karena Joe merasakan tubuhnya di paksa untuk segera bangun, ia sedikit mengernyitkan dahinya dan mulai membuka kedua matanya. Meskipun rasa lelah mendera dirinya, ia mencoba untuk menegakkan tubuhnya dan melihat siapa yang membangunkannya pagi ini. Joe mengusap-usap kedua matanya dan sedikit menguap.
                “Eh, loe Jean. Sini duduk dulu. Udah lama nunggu yaa? Sorry gue ketiduran”
“Enggak kok, gue baru aja dateng. Ini gue bawain sarapan buat loe. Meskipun loe sibuk ngurusin Mili, tapi loe juga harus ngerawat diri loe.”
“Gue cuma pengen dia cepet sadar dan cepet sembuh. Gue nggak pengen dia kenapa-kenapa”
“Iya gue ngerti. Gue tau banget gimana rasa sayang loe ke Mili. Jujur, kemarin gue syok banget setelah mendengar kabar Mili. Dia adalah bagian dari hidup kita. Dia adalah sahabat kita. Jadi, kita semua bareng-bareng membantu supaya Mili bisa beraktifitas seperti semula dan kita semua juga berusaha untuk mencoba membantu agar ingatannya pulih kembali. Dan kita bisa bareng-bareng lagi. Gue sayang banget sama Mili” air mata terlihat jatuh dari kedua mata Jean. Dia nggak tega melihat keadaan sahabatnya seperti itu. Sementara Joe hanya bisa tersenyum mendengar apa yang dikatakan Jean. Ia tak menyangka bahwa dengan keadaan yang seperti ini sahabat-sahabatnya masih tetap setia untuk selalu bersama.
                Sampai siang ini Mili belum juga membuka matanya. Keadaan ini membuat Joe khawatir. Sedangkan Davi, bahkan sampai sekarang belum nampak batang hidungnya. Entah dia melarikan diri atau memang ia sudah tidak mau bertemu dengan Mili lagi. Yang pasti sekarang Joe benar-benar sangat membenci sosok Davi. Dia sudah tak mau lagi melihat mukanya sekarang. Baginya, semua ini nggak bakal terjadi apabila Davi tidak melakukan tindakan yang begitu menunjukkan bahwa ia sebenarnya adalah laki-laki brengsek.
                Joe selalu berada di samping Mili. Dia menggenggam tangan gadis itu dengan erat. Joe berharap saat ia bangun nanti semua akan baik-baik saja. Dia mengelus dahi Mili dan menyingkirkan beberapa helai rambut yang menutupi wajah sahabatnya itu. Di dalam hati Joe, sebenarnya ia sedang menangis sekarang. Dia tidak habis pikir apabila nanti Mili sama sekali tidak mengingat akan sosoknya yang selama ini setia bersamanya.
                “Mili, please bangun Mil. Buka mata loe. Gue disini. Apapun yang terjadi, gue akan tetap di samping loe.”
                “Joe, semua akan baik-baik saja.” Saat itu juga handphone Jean berbunyi. Sepertinya orang yang meneleponnya adalah Ken.
                “Halo Jane? Gimana keadaan Mili? Ntar sore gue kesana”
“Dia sekarang masih belum sadar Ken. Tapi loe tenang aja, kata dokter keadaannya udah mulai membaik kok. Yaa meskipun kemungkinan buruk bisa terjadi”
                Saat percakapan itu sedang berlangsung, sesuatu mengejutkan Joe. Jari-jari Mili terlihat mulai bergerak. Ia sedikit demi sedikit membuka matanya.
                “Jean..Jean...Mili sadar”
                “Mili....” begitu melihat Mili, ia langsung menutup percakapannya dengan Ken.
                “Mili. Hey, gimana keadaanmu?” tanya Joe sambil tersenyum sumringah.
                “Gue dimana?” Mili memegang kepalanya yang sedang dibalut perban putih itu. Dia masih merasa sedikit pusing. Ia nampak begitu kebingungan.
                “Loe di rumah sakit. Syukurlah loe udah sadar. Kita semua khawatir dengan keadaan loe” jawab Jane
                “Rumah sakit? Loe siapa? Kenapa gue di sini?”
                Pertanyaan Mili itu membuat kedua orang yang sedang berada di ruangannya merasa syok. Hal yang mereka takutkan ternyata terjadi. Mili nampak begitu kebingungan melihat siapa mereka berdua dan mengapa ia sekarang berada di rumah sakit. Pertanyaan demi pertanyaan ia lontarkan kepada mereka berdua. Joe tak tau harus menjawab apa. Jane menangis melihat Mili yang seperti ini. Melihat sikap mereka berdua yang seperti itu membuat Mili semakin bingung. Apa hubungannya mereka berdua dengannya? Dan mengapa ia sekarang tidak dapat mengingat kejadian apa-apa?
                Mili berusaha untuk bangun dari tempat tidurnya. Tapi apa yang terjadi? Dia tak dapat menggerakkan kakinya. Ia merasa bahwa kedua kakinya itu sudah mati rasa. Bahkan ia tak dapat merasakan sakit di kakinya, padahal kedua kakinya dipenuhi dengan luka dan lebam. Keadaannya sekarang membuat dirinya menangis. Dia tak tau kenapa semuanya jadi seperti ini.
                Jane mencoba mendekati Mili dan meyakinkan bahwa semuanya akan baik-baik saja. Joe duduk di samping Mili. Dia mengelus lembut dahi Mili. Dia berkata bahwa semua kenangan akan segera Mili ingat kembali. Joe mengatakan kepadanya bahwa sahabat-sahabatnya tidak akan pernah meninggalkannya dan membuatnya jatuh terpuruk.
“Mil, kita ini sahabat loe. Joe juga bakal selalu jagain loe. Jadi loe nggak perlu khawatir. Loe pasti juga bisa kembali berjalan. Kita akan bantu loe agar loe cepet sembuh. Kita semua sayang sama loe. Selain kita, masih ada Ken dan Zeze yang akan selalu bersama loe, Mil. Meskipun disini loe nggak punya keluarga, tapi kita disini bersama-sama menjadi bagian dari keluarga loe.”
                “Thanks yaa. Sepertinya kalian begitu penting ya buat gue. Tapi kenapa gue nggak inget?”
“Loe kecelakaan, Mil. Dan semua itu karena cowok brengsek itu. Gue udah sepet banget liat mukanya.”
“Cowok brengsek?”
“Udah, Mil. Nggak usah loe pikirin. Istirahat dulu aja sekarang. Gue dan Jean bakal ngejagain loe disini”
Mili tersenyum senang karena disini rupanya ia tidak akan sendirian dan ia juga tidak akan terlalu susah menanggung kekurangannya sekarang. Masih ada orang-orang yang mereka sebut sahabat meskipun sebenarnya ia tidak mengingatnya. Mili kembali berbaring dan memejamkan matanya. Siapa tau saat ia bangun nanti ternyata ini semua hanyalah mimpi. Mimpi buruk yang sedang menggeluti dunianya. Tapi nyatanya begitu malam tiba ia mulai terbangun. Mili merasa begitu sedih karena semua ini bukanlah mimpi. Tapi semua ini adalah kenyataan yang benar-benar harus ia hadapi dan ia harus berjuang untuk membuatnya menjadi lebih baik.
Saat ia terbangun, Mili mendapati seorang laki-laki yang duduk di sebelah Joe melambaikan tangan kepadanya, “Haii...Jangan bilang loe lupa dengan gue. Gue Ken. Karyawan Milijoe’s yang paling ganteng. Hahahaha” Ken mencoba menghibur Mili dengan celotehnya yang nggak jelas. Padahal ia adalah tipikal cowok yang jutek dan pendiam. Tapi melihat sahabatnya seperti itu ia berusaha untuk berubah sedikit agar gadis itu bisa tersenyum. Mili tertawa melihat tingkah Ken. Joe terlihat tersenyum karena akhirnya dia bisa melihat senyum kembali terukir di wajah cantik Mili.
Satu minggu pun telah berlalu. Sudah dari beberapa hari yang lalu Mili diperbolehkan untuk pulang. Sekarang ia tinggal di rumahnya bersama Jean. Terkadang Joe dan Ken juga bergantian untuk menjaga Mili dan membantu Jean di rumah. Sesekali Zeze juga menengok dan membawakan makanan kesukaan Mili. Sekarang semuanya bekerja keras untuk membuat keadaan Mili jauh lebih baik. Meskipun semua itu terasa begitu sulit untuk mereka. Rasa lelah dan menyerah pun tak pernah terpikir oleh mereka. Sebulan sudah mereka bersama-sama merawat Mili. Tak ada rasa pamrih atau merasa kerepotan karena kekurangan Mili itu. Inilah sahabat. Inilah persahabatan yang sesungguhnya. Mereka semua tetap bersatu dan bersama-sama selalu berada di samping Mili meskipun ia sama sekali tidak mengingat siapa mereka.
Sudah satu bulan lebih Davi tidak ada kabar dan sekalipun juga tidak mengunjungi Mili. Joe bersyukur karena dengan Mili amnesia, dia tidak akan mengingat siapa Davi. Karena apabila ia mengingatnya pasti luka di dalam hatinya terbuka kembali. Saat ini Mili merasa senang karena kasih sayang sahabat-sahabatnya itu meskipun keadaannya sekarang seperti ini. Dia juga sudah lupa akan sakit yang telah Davi berikan untuknya. Dengan begitu dia akan segera memulai hidup baru tanpa cowok brengsek itu. Namun meskipun begitu, suatu saat mungkin dia juga akan teringat tentang siapa Davi. Entah itu minggu ini, bulan ini atau tahun depan dan mungkin saja jauh  di tahun-tahun yang akan datang ingatannya  sedikit demi sedikit akan kembali. Joe dan yang lainnya hanya tidak mau Mili kembali bersedih. Mereka hanya ingin membuat Mili merasa bahagia.
Sampai saat ini Mili masih mencoba untuk mengingat kembali siapa dirinya. Dia juga berusaha untuk mengingat sahabat-sahabatnya itu. Meskipun terkadang tekat itu membuat kepalanya sering merasa sakit. Tapi hanya ini yang bisa ia lakukan sekarang. Namun semakin ia berusaha keras, tak ada hasil yang dia capai. Yang ada hanyalah rasa sakit yang mencengkeram kepalanya. Melihat sikap Mili yang seperti itu Joe merasa kasihan kepadanya. Dia tidak tega melihat Mili yang selalu kesakitan saat ia berusaha mengingat semuanya.
“Mili..udah, cukup. Loe nggak perlu terlalu memikirkan hal itu. Dengan berjalannya waktu loe pasti bisa ingat semuanya. Kalau loe ada pertanyaan, tanyakan saja ke gue, Jean, Ken ataupun Zeze. Loe nggak perlu khawatir, karena disini banyak yang bantu loe. Oh yaa, jangan lupa habis ini ada jadwal fisioterapi”
“Makasih Joe. Loe baik banget. Mmm...gue liat, loe peduli banget sama gue. Apa mungkin di masa lalu loe itu cowok gue? Atau mungkin lebih dari itu?”
“Hahaha...bukan. Gue bukan cowok loe. Gue adalah sahabat loe dari kita masih kecil. Dan sebelum orang tua loe meninggal karena kecelakaan, mereka meminta gue buat selalu jagain loe. Tenang aja, gue bakal selalu ada buat loe kayak dulu lagi”
“Oh gitu..sepertinya loe bener-bener berarti ya buat gue. Tapi gue minta maaf belum bisa inget itu semua. Mmm...loe punya cewek?”
Joe tersenyum mendengar pertanyaan Mili, “Gue terlalu sibuk ngurusin Milijoe’s dan cewek manja yang satu ini. Jadi nggak pernah kepikiran nyari pacar” Joe tertawa sambil mencubit pipi Mili.
Mili merengut. Bibirnya juga terlihat manyun. Joe sangat senang melihat ekspresi Mili yang seperti itu, “Gue dulu manja yaa? Nyusahin loe mulu? Maaf deh...”
“Haa?? Sejak kapan loe belajar minta maaf? Hahaha.. bercanda kok. Yaudah, gue bantuin siap-siap yuk. Udah waktunya ke rumah sakit” Joe menggendong Mili bangun dari tempat tidur dan memindahkannya ke kursi roda. Sudah hampir dua bulan ini Joe selalu menemani Mili untuk menjalani fisioterapi, namun belum ada kemajuan. Joe tak pernah menyerah untuk membuat Mili dapat berjalan kembali. Selain fisioterapi di rumah sakit, terkadang dia juga mengajarkannya berjalan di rumah. Meskipun gadis itu masih belum bisa berdiri sendiri dan sering terjatuh saat terapi, Joe tetap bangga dengan usaha keras Mili agar bisa segera berjalan. Joe percaya, meskipun itu terasa sulit untuk Mili tapi dengan kemauan yang keras pasti suatu saat nanti ia dapat berjalan kembali. Joe tidak peduli entah itu membutuhkan waktu yang begitu lama. Dia akan selalu membantunya dengan sayang.
Terkadang Mili merasa jenuh karena ia selalu bolak-balik ke rumah sakit. Dia juga sangat membenci bau rumah sakit yang di penuhi dengan aroma obat-obatan. Tapi bagaimanapun juga semua itu harus dia tahan hanya untuk kesembuhannya. Sebenarnya, jauh di dalam lubuk hatinya dia ingin cepat sembuh dan bisa kembali beraktifitas seperti semula. Mili tidak ingin menyusahkan semua sahabatnya seperti itu dan paling ia inginkan adalah dia ingin semua ingatannya kembali. Dia takut bahwa dia telah melupakan semua kenangan indah yang telah mereka berikan untuknya. Mili tidak ingin mengecewakan sahabat yang selama ini setia bersamanya, terlebih lagi Joe.
“Selamat sore Emilia” sapa petugas terapi itu dengan ramah. Kali ini dia harus belajar berjalan lagi. Setidaknya tiga kali dalam seminggu ia ingin selalu menjalani terapi agar kedua kakinya bisa bergerak lagi.
“Sore juga pak. Joe, loe tunggu di luar aja ya. Oke?”
“Haa? Iyaa deh oke. Gue mau cari minuman sebentar ya.”
“Oke”
“Pak, saya nitip Mili dulu ya.”
“Siap mas Joe”
Joe pergi menuju kantin rumah sakit untuk membelikan Mili minuman dan makanan. Tapi langkah Joe terhenti saat ia melewati taman yang berada di sebelah kantin rumah sakit. Dia melihat sesosok laki-laki seumurannya sedang duduk di bangku taman. Wajahnya terlihat pucat. Dia nampak sedang termenung. Raut mukanya menunjukkan bahwa saat ini ia sedang merasa sedih. Joe merasa kasihan melihatnya. Dia mendekati laki-laki itu dan ia memulai percakapan mereka berdua.
“Hei..kantin di sini makanannya enak nggak sih?” tanya Joe sembari menatap indahnya langit di sore hari.
“Haa?? Oh, itu...lumayan sih. Nggak terlalu buruklah”
“Loe sakit dan dirawat disini?”
“Yaap. Gue berasa seperti tinggal disini”
“Tinggal disini? Maksud loe?”
“Gue ini memiliki kelainan jantung. Udah 2 bulan gue di rawat disini”
Percakapan mereka berlangsung cukup lama. Ternyata laki-laki itu memiliki kelainan jantung. Semasa kecilnya ia sudah terbiasa keluar masuk rumah sakit dan ia juga tidak jarang untuk selalu tinggal di rumah sakit untuk mendapat perawatan yang intensif. Sampai sekarang dia belum mendapatkan pendonor untuk tranplantasi jantung. Hidup laki-laki itu benar-benar tersiksa. Selama ini dia tidak bisa bermain sepak bola bersama teman-temannya. Bahkan dia tidak pernah keluar untuk bermain dengan teman-temannya. Walau ia keluar, dia hanya bisa memandangi mereka yang sedang asyik bermain. Laki-laki itu harus menjaga kondisi jantungnya dan dia tidak diperkenankan untuk melakukan kegiatan yang menguras tenaga.
Joe tertegun mendengar cerita tentang betapa sulit laki-laki itu untuk bisa bertahan hidup. Ternyata masih ada orang yang hidupnya lebih menyakitkan dari pada Mili. Dia benar-benar merasa kasihan kepada laki-laki yang berada di sampingnya sekarang. Suatu saat nanti ia bisa mati apabila dirinya tidak segera mendapat donor jantung.
Tak terasa hari sudah semakin sore. Mereka sampai lupa karena keasyikan mengobrol berdua. Masing-masing menceritakan pengalaman hidupnya. Joe ingat kalau dia harus cepat kembali karena pasti disana Mili telah menunggu. Dia berpamitan kepada laki-laki itu karena dia harus membeli sesuatu di kantin dan dia juga mesti kembali ke ruang terapi.
Ternyata disana Mili juga sudah hampir selesai menjalani terapinya. Alangkah terkejutnya Joe, dia melihat kedua kaki Mili sudah bisa bergerak sedikit demi sedikit. Baginya, ini adalah kemajuan yang cukup besar karena sebelumnya dia sama sekali tetap belum bisa bergerak sedikitpun. Joe yakin bahwa kemauan Mili untuk segera sembuh semakin besar. Dia juga yakin bahwa sahabatnya itu sebentar lagi dapat berjalan seperti semula. Mili terlihat sumringah sekali hari ini. Berkali-kali ia melambai-lambaikan tangannya kepada Joe untuk menunjukkan bahwa dia sangat senang sekali meskipun terkadang itu membuatnya terjatuh.
Waktu terapi sudah selesai. Mereka berdua duduk-duduk di taman rumah sakit sambil bercerita tentang banyak hal. Mili terlihat betapa senangnya dia hari ini. Senyum lebar selalu terukir di wajahnya. Joe menceritakan hal yang membuat Mili lama menunggunya tadi. Dia bercerita mengenai laki-laki yang ia temui tadi sore di sini. Mendengar apa yang Joe ceritakan, Mili sadar bahwa selama ini dia hidup kurang bersyukur. Masih ada orang yang dengan susah payah harus bertahan agar hidupnya tetap panjang.
bersambung...



1 komentar:

  1. Bwin Casino - JM Hub
    Bwin 안양 출장마사지 is a Malta based gambling hub located 파주 출장마사지 in the city of Queland. 사천 출장샵 It has operated for the last 6 years and 문경 출장안마 has been operating 과천 출장마사지 for several years

    BalasHapus