Sabtu, 03 Oktober 2015

FIREFLIES

Ini adalah project novel pertamaku. Kali ini aku akan membaginya lewat blogku ini menjadi sebuah cerita bersambung. Jadi tunggu saja episode-episode berikutnya ya guys. Semoga kalian suka.... Selamat membaca(^_^ )



FIREFLIES
ON THE SKY

BAB 1
COMPLICATED
                “Gue beneran nggak bisa kayak gini terus-terusan. Loe bener-bener nyakitin gue, Dav.” terang Mili sambil sesekali mengusap air matanya.
                “I’m so sorry. Gue janji, dengan sepenuh hati nggak akan ngulang itu lagi.” Davi memohon dengan nada menyesal.
                “Gue emang sayang sama loe. Tapi sekarang gue nggak yakin sama omongan loe, Dav.”
                “Listen to me! I love you!”
                “Sorry. Kalo loe cinta sama gue, loe nggak bakal tega ngelakuin itu.”
                “Trus sekarang apa yang loe mau Mili?”
                “Kita, PUTUS!”
                Seketika suasanapun berubah menjadi hening. Tempat ini semulanya taman. Namun sekarang, berasa seperti kuburan. Damn! Putuuuuusss.... Mili sendiri nggak yakin dengan perasaannya sekarang. Ini itu udah nggak jaman-jamannya galau. Aaaargh..... Dengan muka melas dan berderai air mata, Mili akhirnya meninggalkan Davi yang mematung sendirian di taman. Ia berjalan menyusuri kompleks-kompleks perumahannya.
Udah setahun Mili menjalin hubungan dengan Davi. Namun, perjalanan cintanya tak semulus seperti apa yang dia duga. Putus nyambung, itulah yang selalu menjadi bulan-bulanan dalam drama cinta Mili dan Davi. Kayak judul film yaa...Harusnya namanya Mili dan Nathan. Kisah cinta bergejolak karena long distance.Yaa...sama kayak cerita mereka. Mili nggak bisa diajak LDR. Loe pasti tau kan LDR? ‘Long Distance Relationship’. Kata-kata itu terlalu berat untuknya. Bukan hanya karena itu saja. Tapi karena sikap Davi yang tiba-tiba sering menjadi dingin setelah mereka LDR.
Berhari-hari hidupnya sunyi sepi tanpa kabar dari Davi. SMS aja kadang iya kadang enggak. Bahkan dalam waktu 2 minggu, Mili hanya menerima sebanyak tiga pesan masuk dari Davi. Ajaibkan? Jelas itu membuatnya menjadi uring-uringan. Dia mencoba untuk terus berusaha sabar dan mengubur dalam-dalam kerinduannya. Waktu itu dia udah pernah coba buat nelpon Davi. Tapi sayang beribu sayang, yang muncul selalu mailbox. SMSnya pun nggak dibales, telponnya nggak diangkat, mau kirim surat diapun tak tau alamatnya. Bener-bener susah kan?
Udah beberapa kompleks yang telah ia lewati. Akhirnya dia menuju rumah putih bernomor 25A itu dan mulai mengetuk pintunya. Mili meninggalkan Davi begitu saja di taman. Perasaannya campur aduk disaat dia mengatakan ‘putus’ dan Davi hanya terdiam sembari menatap matanya dalam-dalam.
Tok..tok..tok... Suara ketukan pintupun mulai terdengar nyaring hingga kepenjuru rumah itu. Dia berharap seseorang yang muncul dari balik pintu itu bisa membuat perasaannya tenang sekarang. Semoga aja Joe ada di rumah sekarang. Gue butuh loe banget Joe. Joe adalah sahabat Mili dari kecil. Bahkan sejak mereka duduk dibangku taman kanak-kanak. Tiap hari selalu ada-ada aja curhatan nerocosnya Mili. Dia selalu bergantung dengan Joe. Kemana-mana selalu sama Joe. Ke salon sama Joe, ke supermarket sama Joe. Kemanapun yang dia mau pasti selalu meminta Joe untuk menemani. Bahkan ke kamar mandi pun ditemanin Joe. Kejadiannya itu gara-gara mati listrik, tepat disaat dia mau mandi. Saking ciutnya nyali Mili, dia mesti nelpon Joe buat nungguin mandi dalam keadaan rumah yang gelap gulita. Yaaahh... Jelas ajalah, Mili itu kan orangnya penakut. Meskipun lilin telah memberi sedikit cahaya di rumahnya. Udah bertahun-tahun menjadi orang terdekatnya, Joe udah ngerti banget watak dan perasaannya itu seperti apa. Terlebih lagi disaat sahabatnya itu  punya pacar. Dia harus selalu stay on the side-nya Mili kalau tiba-tiba lagi dibutuhin buat curhat.
Setelah lama mematung didepan pintu, akhirnya Joe pun keluar. Sepertinya dia nggak begitu terkejut saat menemui wajah Mili yang basa karena air mata. “Loe kenapa?” tanya Joe sambil menggaruk-garuk kepalanya yang nggak gatal. Mili hanya terdiam dan masih terisak sambil mengusap air matanya yang terus jatuh.
“Loe  putus?” tanya Joe sekali lagi. Kali ini Mili mulai membuka suaranya, “I, iyaa..” diraihnya tangan Joe dan dipeluknya erat. Kaus putih polos yang dikenakan Joe pun perlahan berubah warna dibagian depannya , basah karena sentuhan air mata Mili. Joe pun mengelus-elus kepala sahabatnya itu dengan sayang. Perlahan-lahan menjauhkan kepala Mili dari dadanya dan menghapus lembut kedua mata cantik yang basah itu. Diraihnya punggung Mili dan mengarahkannya masuk menuju ruang tamu. “Duduk dulu. Gue ambilin minum”. Mili hanya duduk termenung di sofa empuk ruang tamu rumah Joe. Dia masih mengingat-ingat kenangannya bersama Davi. Nggak cuman sikap loe yang berubah. Tapi ternyata loe selingkuh dibelakang gue, Dav. Batin Mili sambil sesekali mengusap air matanya yang tak kunjung berhenti. Tiga bulan pergi ke luar kota karena dipindah tugaskan oleh bosnya, katanya sih gitu. Tapi nyatanya, jauh disana dia menggandeng cewek baru. Berminggu-minggu nggak ada kabar dan SMS terakhir yang Mili terima adalah...
Makasih udah nemenin aq tadi sayang.
Makasih juga kuenya tadi, enaaak :*
Mili begitu terkejut setelah membuka isi inboxnya. Perasaan gue nggak pernah ngasih kue. Semenjak itu perang dunia ketiga pun dimulai. Hari demi hari semakin panas dan semakin memanas. Davipun balik dari Bogor ke Jakarta untuk menyelesaikan masalahnya. Namun semuanya tinggal kenangan, yang ada hanyalah kata putus dari Mili.
Tak lama kemudian Joe pun datang membuyarkan pikiran gadis galau itu. Ada nampan ditangan Joe yang berisi air dingin dan semangkuk puding cokelat lengkap dengan vla yang lezat.
“Nih diminum dulu. Kenapa loe putus?” yanya Joe sambil memberikan air minum.
                “Sebelumnya loe juga tau kan akar permasalahannya seperti apa. Tapi kali ini dia selingkuhin gue, Joe” jawab Mili sambil meneguk air pemberian Joe.
“Gue mesti bilang berapa kali lagi sih sama loe. Dia bukan cowok baik-baik, Mil. Loe yang ngotot, pake berlandaskan cinta segala” Joe mengernyitkan dahinya.
“Tiga kali gue LDR sama dia. Gue nggak bisa jauh dari dia, Joe. Tapi kali ini dia bener-bener keterlaluan. Dapet cewek baru, manggil-manggil sayang lagi” Mili memanyunkan bibirnya yang sontak membuat Joe tertawa singkat.
Dulu sih ketika pertama kenal davi, orangnya nggak seburuk yang dia bayangin. Tampangnya sih, ya good looking-lah. Dengan face kebule-bulean, badannya six pack, cool dan romantis. Mana ada sih cewek yang nggak suka sama dia. Yang bikin Mili klepek-klepek tuh omongannya itu lohh...Ngegombalnya kena banget di hati. Yaa secaralah, dia kan buaya. Cowok macam dia tuh punya seribu akal buat bikin cewek-cewek pada melting. Nggak heran juga kalau ceweknya lebih dari satu. Mili kenal Davi ketika baru saja ia lulus kuliah, sedangkan Davi adalah seorang pekerja kantoran. Mereka dipertemukan oleh temen kuliahnya Mili dulu, Zeze namanya. Semenjak itu mereka dekat dan pacaran deh.
Joe sebenarnya nggak tega liat Mili nangis terus gara-gara cowok itu. Udah khatam juga denger kata ‘PUTUS’ dari mereka. Jadi dia nggak kaget kalau mereka berdua tiba-tiba putus. Joe udah nganggep Mili seperti adiknya sendiri. Berbagai macam cara dia lakukan agar Joe bisa melihat sosok aslinya Mili kembali. Gadis mungil yang lucuu, ceria dan cerewetnya minta ampun, itulah cover aslinya Mili.
*
Minggu Pagi
                I’m at a payphone trying to call home
                All of my change I spent on you
                Where have the times gone...
                “Iyaa, halo?” tanya Joe ke orang diseberang sana yang udah bikin Maroon 5 pagi-pagi nyanyi di handphone Joe.
“Ntar gue kerumah loe ya. Gue bawain pizza kesukaan loe” owh, ternyata yang bikin dia bangun sepagi ini ternyata Mili.
All right. Gue tunggu” jawab Joe malas sambil cepat-cepat memencet tombol end conversation dan memejamkan matanya kembali. Gue merem sebentar, Mil. Datang pagi-pagi cuma mau bawain pizza? Bullshit! Joe udah ngerti banget. Sepagi itu udah jadi ayam berkokoknya Joe, pasti dia lagi butuh sesuatu dari Joe dengan iming-iming pizza kesukaannya. Seperti yang dulu, pagi hari datang kerumah Joe dengan membawa puding cokelat. Ternyata tujuan sebenarnya adalah nyuruh Joe buat nemenin Mili ke pasar belanja sayur mayur. Soalnya kalau sendirian kan nggak ada yang bisa bantuin sampai ke rumah. Bawa barang belanjaan banyak-banyak dengan upah puding cokelat. Kali ini dia mau ngapain coba?
Mili adalah sahabat Joe yang paling dia sayang. Sayaaang banget. Bahkan dia rela mempertaruhkan nyawanya demi kebahagiaan Mili. Joe diberi mandat oleh kedua orang tuanya Mili. Mereka menitipkan anak semata wayangnya itu ke Joe. Karena mereka dalam keadaan sekarat setelah kecelakaan tragis yang menimpanya enam tahun lalu. Saudara Mili nggak ada yang mau ngurus Mili. Maka dari itu, Joe dengan tulus dan sayang mau meringankan bebannya. Joe usianya tiga tahun lebih tua dari Mili. Saat masih SMP Joe udah biasa nyari duit sendiri. Sewaktu SMA dia bekerja sebagai pelayaran di sebuah restoran mewah. Sekarang dia membuka usaha baju. Ia bersama Mili membuat distro baju buatan sendiri dengan label M&J dan mereka menamai rukonya dengan nama “Milijoe’s”. Dengan usaha itulah mereka dapat memenuhi kebutuhan hidupnya hingga sekarang.
Tokk..tokk..tokk... Bunyi ketukan pintu pun sudah terdengar. Namun Joe belum juga keluar. Sekali lagi Mili mengetuk pintu rumah bergaya minimalis itu hingga membuatnya kesal dan menggerutu. Setelah lama menunggu dan berkali-kali mengetuk pintu tapi Joe tak kunjung keluar, akhirnya ia mengeluarkan handphone-nya dan dengan cepat mencara nama ‘Joenathan’ di contact names handphonenya.
Calling Joenathan...
                Namun tetap nggak ada jawaban dari Joe. Mungkin cowok itu masih tertidur. Mau gimana lagi. Diletakkannya kotak pizza supersupreme-nya ‘Pizza Hut’ tadi ke lantai da bergegas memukulkan kedua tangannya ke punggung pintu yang membuat suasana kompleks menjadi bising. Ulahnya pun membuatnya menjadi pusat perhatian orang-orang kompleks yang sedang berada diluar. Bahkan tukang mie ayam pun juga menyorotkan perhatiannya ke Mili.
                Akhirnya setelah lama menunggu dan sempat membuat kebisingan, Joe pun datang dari balik pintu. Lengkap dengan handuk di kepalanya yang basah, boxer army dan bertelanjang dada. Sepertinya dia habis mandi. Sambil mengusap-usapkan handuk kebagian kepalanya yang basah, Joe pun mencium aroma kelezatan pizza yang dibawa sahabatnya itu tadi. Dia mengikuti fokus indra penciumannya yang menuju ke arah kotak pizza ala Pizza Hut itu yang mengeluarkan aroma menggiurkan. Joe mengalihkan perhatiannya ke Mili dan melihat muka sahabatnya dilipet-lipet seperti baju yang belum diseterika. Dia hanya tersenyum melihat bibir Mili yang manyun akibat lama menunggunya.
                Dengan segera tangan kanannya dipindah tugaskan dari kepalanya menuju kepala Mili dan mengacak-acak rambutnya. Dia paling suka melihat ekspresi Mili saat kesal. Mukanya lucu banget sih  dan Mili pun semakin membabi buta. Semakin bawel karena rambutnya diacak-acak. Joe hanya tertawa dan diraihnya kardus pizza yang berada dilantai itu.
                “Ayo masuk” mereka menuju ruang tengah yang berisikan foto-foto kebersamaan mereka saat kecil yang dipasang di dinding bercat putih itu. Dilegkapi juga dengan koleksi figure anime jepang kesukaan Joe, ‘Slam Dunk’ yang ia letakkan di atas buffet dekat TV flat-nya.
                Mili duduk di sofa warna cokelat nan empuk sambil merebahkan tubuhnya di badan sofa. Joe ikut duduk di sebelahnya dan membuka kotak pizza dengan cepat. Aroma pizza yang lezat dan hangat pun semakin berpetualang di hidung mereka berdua. Joe mengambil sepotong dan memasukkannya ke dalam mulut. Namun perbuatannya itu tertunda karena teringat apa tujuan Mili datang kemari. Mengubah pandangannya dari sepotong pizza ke seseorang yang sedang duduk disebelahnya.
                “Loe pasti kesini bukan tanpa alasan kan? Dan pizza ini cuman basa-basi loe aja?” tanya Joe sambil menyipitkan sebelah matanya. Mili hanya tertawa kecil setelah mendengar pertanyaan tersebut.
                “Tau aja loe. Mmm, gue balikan sama Davi semalem” terang Mili sembari menggigit sepotong pizza yang ia bawa tadi. Joe terbelalak sebentar sebelum membalas kalimat Mili dan melanjutkan makannya.
                “Oh, to be continue terjerumus kedalam lubang yang sama yah..” Joe manggut-manggut.
                Mili hanya bisa diam dan hanya berkata, “Gue minta maaf, Joe. Bukannya gue nggak mau dengerin loe”
                “Gue ngerti” sahut Joe dengan nada datar dan dengan ekspresi yang datar juga. Joe mulai membisu.
                “.........”
                “.........”
                “Joe?”
                Joe masih terdiam. Muka Mili mengerut “Loe marah?”
                Mili membungkukkan kepala, “Gue tau loe marah”. Joe menghentikan aktivitas makannya. Meletakkan sisa pizzanya diatas tutup kotak. Ditatapnya mata Mili yang bulat dan berhias bulu mata indah. Joe akhirnya melemparkan senyum manisnya dan mengelus pipi Mili, “Enggak kok” kalimat itu, walau pendek namun membuat perasaan Mili menjadi lega. Mili merasa senang dan dipeluknya sahabatnya itu, “Makasih Joenathan”.
                “Kan gue udah bawain loe pizza. Sekarang loe temenin gue ke salon yuk” Mili meringis sambil mencubit pipi cowok yang berada disampingnya itu. Joe menghela nafas, “Gue bilang juga apa”.

BAB 2
ALONE
                Dua tahun lalu Mili telah lulus menyelesaikan pendidikannya. Tahun ini pun dia genap berusia dua puluh empat tahun. Tepatnya bulan depan dan ini udah akhir bulan. Berarti sebentar lagi dia bakal bikin birthday party. Biasanya sih umur segitu udah dikejar sama yang namanya married. Dia cuma berharap Davi yang akan menjadi pendampingnya nanti. Membangun keluarga bahagia hingga maut yang memisahkan mereka. Maunya sih begitu. Davi umurnya udah mantep-mantep buat nikah dan dulu dia juga pernah menyinggung soal pernikahan ke Mili. Gue udah siap buat married. Gue tinggal nunggu kapan loe siap gue lamar. Kalimat itu yang membuat bunga-bunga menjadi tumbuh subur dihati Mili hingga dia nggak bisa jauh dari Davi.
                Davi udah cocok banget buat dia. Mapan iya, ganteng juga iya. Masa lalu mereka nggak Mili peduliin lagi. Sekarang dia hanya ingin calon suami yang menerima dia dengan segala kelebihan dan kekurangan yang ada. Tapi kalau ntar dia nikah sama Davi, Mili juga harus mikir dua kali. Dia juga harus mikirin Joe yang notabene nggak suka sama hubungan mereka. Semua yang Joe omongin tentang Davi itu benar adanya. Tapi Mili berpendapat, bahwa kesalahan dapat diperbaiki. Joe dari awal memang nggak suka sama Davi. Menurut pengamatan Joe, dia adalah cowok yang benar-benar dangerous banget.
                Hari ini Joe udah selesai dengan pekerjaannya. Menyortir baju-baju yang layak untuk dipajang di manekin. Tinggal nungguin Mili yang lagi melabeli mini dress dan handbag produk mereka. Nggak cuman baju-baju aja yang dijual. Tapi sepatu dan tas pun juga ada. Mulai dari handbag, totebag, boots, sneakers, flatshoes dan masih banyak lagi.
Waktu bikin rencana untuk buka distro, mereka kesulitan mencari penjahit yang bener-bener bisa diandelin. Untuk ada temen mereka, Jean. Dia yang ngasih tau kalau ada penjahit yang bagus, kreatif dan upahnya jga nggak ngajak miskin pula. Jean juga nunjukin tempat yang nyediain bahan-bahan yang murah tapi juga berkualitas. Sungguh malaikat penolong hidup mereka. Jean adalah sahabat Mili dari SMA. Sekarang dia juga bekerja di distro Milijoe’s untuk bagian promotion. Dia itu bener-bener good job banget deh soal sale promotion. Karena bantuannya, distro mereka tetap laris manis hingga sekarang.
Triiiing...... lonceng yang dipasang di atas pintu masuk pun berbunyi. Artinya ada pelanggan yang siap untuk dilayani. “Haii, guys...” ohh, ternyata bukan pembeli yang siap membelanjakan uangnya, melainkan yang datang adalah Davi. Joe pun terlihat masam saat mengetahui kedatangan Davi. Jean yang kebetulan sedang merapikan pajangan baju segera menyapa dan mempersilakannya masuk.
“Sore.. silakan masuk. Mili ada di dalam tuh” sambil menunjuk ruangan dimana oarang yang Davi cari berada.
                “Oke thanks” Davi memberi senyum dan menatap Joe yang sedang duduk-duduk di dekat meja kasir.
Pandangan Joe mengikuti arah gerak Davi yang sedang menuju ruangan Mili. Dia menatap sinis Davi hingga meninggal bayangannya meninggalkan ruang display. Jean sempat melirik. Dia tertawa, “ Biasa aja Joe liatnya. Sampe segitunya kamu ngeliatin Davi.”
Joe buang muka, “ Gue nggak mau munafik. Gue emang nggak suka sama tuh cowok”.
“Ya kalo loe suka, berarti loe homo dong” ejek Jean hingga tertawa terbahak-bahak.
“Yaudah.. gue balik duluan aja yaa. Biar ntar malem Ken yang nutup tokonya”
“Siap bos!” Joe balik meninggalkan tokonya dengan kepala panas dan menggerutu dalam hati. Kenapa sih Mili itu keras kepala banget orangnya. Kalau dia sedih lagi, Joe sendiri yang akan susah untuk menghiburnya.
“Haii, sayang" Davi menepuk bahu Mili dari belakang.
Mili tersenyum manja, “Loe datang kok nggak bilang-bilang dulu sih” ia berdiri dan memeluk Davi.
Davi memasang muka genit, “Ada sesuatu yang ingin gue sampein sama loe”
Mili mengerutkan keningnya, “Sesuatu? Apa?”
Davi bersimpuh di hadapan Mili dan mengeluarkan cincin yang dibawanya, “Emilia, would you marry me?” muka Mili mendadak berubah kemerah-merahan. Senyum merona menghiasi wajahnya yang cantik. Mata Mili pun nampak berkaca-kaca. Tiba-tiba perasaannya campur aduk. Dia bingung dengan perasaannya dan ia begitu berdebar. Tapi...
“Aku akan mempertimbangkannya dulu!” kalimat itu keluar dari mulut Mili. Senyum Davi sedikit meredup dan ia memperbaiki posisi duduknya. Mili bahkan nggak ngerti kenapa tiba-tiba perasaannya seperti itu dan dia juga memberikan jawaban itu. Padahal ia menginginkan Davi untuk menikahinya. Tapi pikirannya kemana-mana. Bahkan otaknya seperti sedang berkeliling mencari-cari sesuatu. Apa yang membuatnya bimbang?
bersambung....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar